Bupati Rini Syarifah Buka Jamasan Gong Kyai Pradah: Warisan Budaya Blitar Bisa Mendunia
3 min readHARIANSIBER.COM|BLITAR – Bupati Blitar, Rini Syarifah, membuka upacara Jamasan Gong Kyai Pradah yang digelar di Alun-Alun Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, pada Selasa (17/9/2024). Tradisi tahunan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Blitar, khususnya setiap bulan Maulud dalam kalender Hijriah. Upacara ini adalah prosesi pembersihan atau pencucian pusaka Gong Kyai Pradah, sebuah gong keramat yang diyakini sebagai simbol sejarah dan asal usul daerah tersebut.
Dalam sambutannya, Bupati Rini, yang akrab disapa Mak Rini, menekankan pentingnya pelestarian tradisi luhur ini. Ia menyampaikan bahwa upacara Jamasan Gong Kyai Pradah merupakan warisan budaya yang harus terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang.
“Upacara Jamasan Gong Kyai Pradah adalah adat Jawa yang memiliki nilai luhur. Menjadi tugas kita, Pemerintah Kabupaten Blitar, untuk nguri-nguri (melestarikan) agar budaya ini dapat diwariskan kepada generasi muda dan menjadi salah satu destinasi pariwisata yang membanggakan,” ujar Mak Rini dalam sambutannya.
Warisan Budaya Tak Benda dan Kebanggaan Kabupaten Blitar
Gong Kyai Pradah bukan sekadar pusaka, melainkan simbol penting bagi sejarah dan budaya Kabupaten Blitar. Sejak tahun 2017, tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Hal ini menunjukkan pengakuan nasional terhadap kekayaan budaya Blitar yang memiliki nilai sejarah tinggi.
Tidak hanya itu, Kabupaten Blitar juga baru saja mencatatkan prestasi budaya lainnya. Pada tanggal 19 Agustus 2024, kesenian Jaranan Jur Ngasinan juga ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia setelah dipresentasikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kemendikbudristek.
“Ini adalah prestasi luar biasa yang membawa kebanggaan bagi Kabupaten Blitar. Kekayaan budaya kita harus terus kita angkat agar Blitar semakin dikenal di kancah nasional maupun internasional,” kata Mak Rini.
Mak Rini juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pelestarian budaya, mengingat tradisi seperti Jamasan Gong Kyai Pradah tidak akan bertahan tanpa dukungan dan keterlibatan aktif dari masyarakat. Menurutnya, sinergi antara pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk menjaga kekayaan budaya Blitar agar tetap hidup dan berkembang.
“Bukan hanya tugas pemerintah, melestarikan budaya adalah tanggung jawab bersama. Jika pemerintah dan masyarakat bersatu dalam menjaga budaya ini, Kabupaten Blitar dapat lebih dikenal luas, bahkan hingga ke mancanegara,” tegasnya.
Upacara Jamasan Gong Kyai Pradah: Ritual Sakral yang Menarik Ribuan Pengunjung
Setelah sambutan pembukaan, upacara adat Jawa yang sakral ini pun dimulai. Ribuan warga yang berkumpul di sekitar Alun-Alun Lodoyo menyaksikan prosesi pencucian Gong Kyai Pradah. Air dari proses pembersihan gong keramat ini dipercaya memiliki khasiat penyembuhan, sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk mendapatkan air tersebut.
Kehadiran para tokoh penting turut memeriahkan acara ini, termasuk Walikota Blitar, jajaran Forkopimda, Komandan Batalyon Infantri 511, Kepala Bakowil III Malang, serta berbagai pejabat lainnya. Tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah ini tidak hanya menjadi perayaan budaya, tetapi juga menjadi momen silaturahmi antar pemangku kepentingan dan masyarakat Blitar.
Menurut legenda yang berkembang di masyarakat, Gong Kyai Pradah memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan Kerajaan Demak. Pusaka ini konon digunakan oleh kerajaan tersebut untuk membuka permukiman di wilayah Lodoyo, yang kini dikenal sebagai Kecamatan Sutojayan. Ketika gong dibunyikan, suaranya menyerupai auman macan atau harimau, yang membuat para penjaga Kerajaan Majapahit ketakutan dan mengira Demak mengerahkan pasukan siluman macan.
Kisah ini memperkuat status Gong Kyai Pradah sebagai simbol kekuatan dan keberanian, sekaligus menjadi bagian penting dari sejarah Blitar.
Penulis: MEIDIAN DONA DONI